Dosen IPB : Kecipir Punya Potensi Besar Gantikan Kedelai


Mulai dari januari sampai oktober tahun lalu Indonesia masih menimpor kedelai hingga 2,20 juta ton menurut data BPS. Tentunya aktifitas impor ini tidak bagus untuk keberlangsungan kedelai local Indonesia yang mengakibatkan penurunan drastis produksi kedelai local.

Melihat fenomena ini salah dosen IPB University Prof. Dr. Muhammad Syukur mencari solusi mengganti kedelai impor dengan tanaman asli Indonesia. Menurut Prof. Sykur Salah satu kacang-kacangan pengganti kedelai adalah kecipir yang merupakan tanaman asli Indonesia.

Ia menambahkan penelitian tentang kecipir sendiri sudah berlangsung sejak tahun 70’an, dari berbagai penelitian tersebut diketahui kecipirlah tanaman yang paling mirip dengan kedelai sehingga paling bisa untuk menggantikan fungsi kedelai untuk di jadikan olahan lain.

Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L) D.C) atau dibeberapa daerah dikenal sebagai kacang botol, kacang belingbing atau kacang embing ini biasa kita olah untuk lauk makan. merupakan tanaman kacang-kacangan yang dapat tumbuh di daerah tropis dan bijinya mengandung protein yang cukup tinggi.

Selain rasanya yang enak, kecipir juga memiliki segudang manfaat. Semua bagian tanaman kecipir, kecuali batang, dapat dikonsumsi yaitu daun, bunga, polong muda, biji baik biji segar maupun kering dan umbi. Tingginya kandungan protein pada semua bagian tanaman kecipir mungkin berhubungan dengan kemampuan akar tanaman ini untuk mengikat nitrogen dari udara bebas.

Selain protein yang tinggi, pucuk muda (daun muda) yang dimanfaatkan sebagai sayuran daun juga mempunyai kandungan vitamin A sebesar 20.000 international units per 100 gram bagian. Biji kecipir memiliki kandungan protein murni sebesar 15,70%. Selain itu, biji kecipir mengandung sejumlah asam amino esensial yang hampir sama dengan yang terdapat pada kacang kedelai, bahkan sebagian diantaranya memiliki jumlah yang lebih besar daripada kacang kedelai.

Prof. Syukur menyampaikan bahwa berdasarkan literatur, semua rhizopus (ragi) dapat tumbuh baik ketika menggunakan kacang kecipir sehingga sesuai jika digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe kecipir.

Awalnya, Prof. Syukur terinspirasi dari peneliti Australia yang datang kepadanya dan berpesan padanya bahwa kecipir sangat potensial untuk dikembangkan. Dan peneliti itu kemudian memberikan beberapa jurnal hasil penelitian yang telah dilakukkannya bersama tim. Hal ini kemudian mendorong Prof. Syukur untuk semakin mendalami kecipir. Prof. Syukur akhirnya mencoba mengawinkan kecipir yang berasal dari Thailand dengan kecipir asli Indonesia sehingga didapatkanlah kecipir yang cepat berbunga, produkstivitas tinggi dan mampu beradaptasi di Bogor.

Dengan kandungan  protein  yang  tinggi,  biji kecipir  dapat  digunakan  sebagai  makanan alternatif  bagi  perbaikan  gizi masyarakat. Multifungsi lain dari tanaman kecipir adalah sebagai tumbuhan penutup tanah dan  pupuk  hijau  karena  memiliki pertumbuhan  yang  cepat  dan  termasuk sebagai  tanaman  pengikat  nitrogen  dari udara yang baik. Dengan demikian, budidaya  kecipir  hampir  tidak  memerlukan pemupukan. 

Berdasarkan literatur, kecipir ini bisa menghasilkan 4,5 ton biji kering per hektar. Lebih besar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan produktivitas kedelai yakni 1,5 ton per hektar. Apabila tanaman kecipir dipanen ketika muda maka dapat menghasilkan berat total keseluruhan konsumsi sebesar 35 ton per hektar. Melihat potensi besar pada kecipir, maka penelitian ini harus lebih intensif lagi kami lakukan sebagai pemulia yang sentral bertugas untuk menghasilkan varietas baru yang dapat digunakan oleh petani.

Tidak ada komentar

Silahkan Berkomentar :)